K.H. Ahmad Gunanto adalah seorang guru SMA Negeri 1 Bobotsari sekaligus seorang mubalig. Menjadi mubalig sudah beliau tekuni sejak masih menjadi mahasiswa di IAIN Sunan Gunung Djati sekitar tahun 90an, saat itu usianya 20tahun. Menjadi seorang mubalig memang menjadi cita – cita Gunanto yang membuatnya semangat belajar.
“Setelah keluar dari pesantren saya terus belajar, belajar itu tidak harus dengan buku atau guru tapi yang penting pengalaman.” tutur Gunanto.
Sedangkan menjadi guru, beliau lakoni sejak adanya penjaringan CPNS yang ia ikuti hingga akhirnya diterima oleh Kemendikbud menjadi seorang guru SMA.
Gunanto mengatakan bahwa menjadi mubalig ternyata tidaklah mudah karena audiens yang terdiri dari berbagai macam aliran yang membuatnya harus berusaha agar ceramahnya tidak memihak ke salah satu pihak. Membagi waktu juga menjadi kesulitan tersendiri bagi Gunanto.
“Kesulitan membagi waktu membuat saya harus komitmen menjadi pegawai, mau ditempatkan dimana pun dan kapan pun, urusan orang lain adalah tugas pokok yang paling penting. Sehingga kami bagi kalau siang khusus dinas dan malamnya untuk berceramah.”terus Gunanto.
Gunanto memaparkan bahwa keluarga mendukung profesinya seratus persen, tetapi keluarga dikorbankan perhatiannya. Sering juga dimintai waktu oleh sang anak karena jarang di rumah. Beliau belum mau menerima tawaran ceramah di luar pulau Jawa. Sebab bisa menyita banyak waktu untuk mengajar dan berkumpul bersama keluarga.
“Hidup itu ibadah karena dengan ibadah kita bisa menemukan cita – cita yang diinginkan. Semangat beraktivitas, rukun, jalin silaturahmi, jangan jadi pengangguran, seperti kata orang Jawa bahwa wong ngelih bakalane ngalih.” tutur Gunanto tentang kesan ceramahnya.
Dalam ceramahnya, Gunanto memiliki ciri khas yang tersendiri. Beliau berceramah dengan membawa grup hadroh sebagai media dan selingan seperti metode Sunan Kalijaga dahulu. Sehingga diberi judul Nada dan Dakwah. Selain itu, caranya berceramah yang bisa menghidupkan suasana membuat audiens merasa terhibur. Gunanto juga pernah berceramah sampai ke pegunungan yang transportasinya hanya dengan jalan kaki. Untuk menjaga kesehatannya, Gunanto menerapkan ajaran kyainya.
“Tetap enjoy, perbanyak wudhu karena wudhu bisa menyehatkan, sedekah terus menerus setiap hari walau sedikit, istiqamahkan setiap hari, di dalam kitab juga dijelaskan bahwa sedekah itu bisa menolak penyakit.” jawab Gunanto setelah ditanyai tips agar tetap sehat.
Untuk ke depannya, Gunanto memiliki beberapa harapan dan keinginan yang sempat beliau sampaikan kepada kami.
“Saya ingin mengukir sejarah, seperti Pak Zainudin. Orangnya sudah rata dengan tanah tetapi ngajinya masih didengarkan di mana – mana. Semoga dengan lantaran itu saya bisa masuk surga.” terang Gunanto menyampaikan harapannya.
Tidak sampai disini, Gunanto juga berharap agar anak – anaknya bisa mewarisi kebaikannya. Ia ingin agar anaknya menjadi seorang penceramah karena di rumahnya itu ada madrasah yayasan yang nantinya menjadi pesantren. Setiap orangtua pasti menginginkan jalan yang baik bagi anaknya agar anaknya itu menjadi orang yang baik. Semoga apa yang diharapkan Gunanto bisa tercapai dengan pengalamannya. Karena pengalaman adalah guru yang terbaik.
Nama: Ismawati Rachayu Kelas: X MIPA 5